by : Andika Putra Utami; Yunike Rahmi; Dewi Permata Sari; Bismatullah; Ismadi
Pendahuluan
Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau coorporate social responsibility; memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi; memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi salah satu sumber energy dan bahan baku domestik.
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja.Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial.
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia..
Dengan demikian untuk mewujudkan K3 diperusahaan perlu dilaksanakan dengan perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh perusahaan, mulai diterapkan manajemen risiko, sebagai inti dan cikal bakal SMK3. Penerapan ini sudah mulai menerapkan pola preventif terhadap kecelakaan kerja yang akan terjadi.
Manajemen risiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga komitmen manajemen dan seluruh pihak yang terkait. Pada konsep ini, bahaya sebagai sumber kecelakaan kerja harus harus teridentifikasi, kemudian diadakan perhitungan dan prioritas terhadap risiko dari bahaya tersebut dan terakhir adalah pengontrolan risiko.
Ditahap pengontrolan risiko, peran manajemen sangat penting karena pengontrolan risiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, karena pihak manajemen yang sanggup memenuhi ketersediaan ini. Semua konsep-konsep utama tersebut semakin menyadarkan akan pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi ini diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk mengelola K3 menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Manajemen Resiko Pertambangan.
2. Apa Faktor Resiko Yang Ada Di Perusahaan Pertambangan.
3. Bagaimana Teknik Cara/Metode Pengelolaan Resiko Pada Perusahaan Pertambangan.
4. Apa Saja Manfaat Manajemen Resiko Pada Perusahaan Pertambangan
5. Bagaimana Teknik Pencegahan Ledakan
C. Tujuan Umum
Untuk mengetahui manajemen resiko pada perusahaan pertambangan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja.
D. Tujuan Khusus
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Manajemen Resiko Pertambangan.
2. Untuk Mengetahui Faktor Resiko Yang Ada Di Perusahaan Pertambangan.
3. Untuk Mengetahui Cara/Metode Pengelolaan Resiko Pada Perusahaan Pertambangan.
4. Untuk Mengetahui Manfaat Manajemen Resiko Pada Perusahaan Pertambangan.
5. Untuk Mengetahui Teknik Pencegahan Ledakan
Pengertian Manajemen Resiko Pertambangan.
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi,mengevaluasi,dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll.Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.
Faktor Resiko Yang Ada Di Perusahaan Pertambangan
Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah sebagai berikut :
a. Ledakan
Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal.
b. Longsor
Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.
c. Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Cara / Metode Pengelolaan Resiko Pada Perusahaan Pertambangan
Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan menyediakan dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan potensi terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional.
Pengelolaan K3 pertambangan dilakukan secara menyeluruh baik oleh pemerintah maupun oleh perusahaan. Pengelolaan tersebut didasarkan pada peraturan sebagai berikut:
1. UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
2. UU No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
3. UU No. 27 tahun 2003 tentang Panas bumi
4. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
5. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
6. PP No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi
7. PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemprov dan Pemkab/Kota
8. PP No.19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan K3 di Bidang Pertambangan
9. Permen No.06.P Tahun 1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi, Peralatan dan Teknik Migas dan Panas Bumi
10. Permen No.02 P. Tahun 1990 tentang Keselamatan Kerja Panas Bumi
11. Kepmen No.555.K Tahun 1995 tentang K3 Pertambangan Umum
12. Kepmen.No.2555.K Tahun 1993 tentang PIT Pertambangan Umum.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri.Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak diinginkan’).
2. Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa yang tidak diinginkan.
3. Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
4. Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.
Manfaat Manajemen Resiko Pada Perusahaan Pertambangan
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai berikut :
1. Menimalkan kerugian yang lebih besar
2. Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
3. Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan
Teknik Pencegahan Ledakan
Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah, terutama dalam bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut.
Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :
• Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
o Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
o Karakteristik gas
o Sumber pemicu kebakaran/ledakan
• Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
o Pengukuran konsentrasi gas
o Pengontrolan sistem ventilasi tambang
o Pengaliran gas (gas drainage)
o Penggunaan alat ukur gas
o Penyiraman air (sprinkling water)
o Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
• Teknik pencegahan ledakan tambang
o Penyiraman air (water sprinkling)
o Penaburan debu batu (rock dusting)
o Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
• Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:
o Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
o Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
o Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
• Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
o Pemisahan rute (jalur) ventilasi
o Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.
Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak akan terjadi jika sistem ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.
Penutup
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi,mengevaluasi,dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll.Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
Manajemen risiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga komitmen manajemen dan seluruh pihak yang terkait. Pada konsep ini, bahaya sebagai sumber kecelakaan kerja harus harus teridentifikasi, kemudian diadakan perhitungan dan prioritas terhadap risiko dari bahaya tersebut dan terakhir adalah pengontrolan risiko. Ditahap pengontrolan risiko, peran manajemen sangat penting karena pengontrolan risiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, karena pihak manajemen yang sanggup memenuhi ketersediaan ini. Semua konsep-konsep utama tersebut semakin menyadarkan akan pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi ini diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk mengelola K3 menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Referensi
-Balai Diklat Tambang Bawah Tanah@ Copyright BDTBT 2004 Pusdiklat Teknologi Mineral & Batubara
-Budiono S. Manajemen Risiko dalam Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan. Semarang, 2005.
-Mansur M. Manajemen Risiko Kesehatan di Tempat Kerja. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 9,September2007
-Organisasi Perburuhan Internasional. “Hidup Saya, Pekerjaan Saya, Pekerjaan yang Aman” Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2008
-World Health Organization. Deteksi dini penyakit akibat kerja. Wijaya C (Ed.) Suyono J (Alih bahasa). Jakarta: EGC; 1993.
waridnurdiansyah.blogspot.com
-http://occmed.oxfordjournals.org
noverazulisekartaji said:
saya sangat tertarik sekali dengan penyajian klp ttg mngmen resiko di pertambangan ini,kita tdk dpt mencgah semakin byknya pertambangan liar yg tmbh menjamur , kita turut prihatin akan nasip pekerja yg tdk ada jaminan thdp resiko yg akan menimpanya, dalam mklh klp mytakan dlm pengelolaan rsiko pd prshaan prtmbngan melalui bdya mngmen resiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yg modern,apa maksudnya? sementara masy umum hampir bisa dipastikan masih banyak yg menggunakan peralatan seadaanya,bgaimana mnrt klp untuk mgatasinya hal ini?mhn pnjelasannya
ismadi said:
saya cuma menambahkan jawaban dari saudara andika terhadap pertanyaan dari saudara Vera.untuk mencegah dampak PETI disamping dari pemerintah tentu harus ada bantauan dari pihak lain seperti dari pemuka masyarakat,LSM,dan lembaga-lembaga lain yang mempunyai andil dalam pengendalian dampak PETI tersebut
andika said:
Baiklah saya akan mencoba menjawab pertanyaan saudari vera:
manajemen resiko proaktif tersebut antara lain adalah adanya komitmen pimpinan perusahaan ,pelatihan/penyuluhan bagi karyawan dmn peran serta mereka dapat dilihat lgsg d lpngn berupa Penyediaan sarana dan prasarana yg diperlukan dlm manajemen resiko misalnya penyediaan APD demi keselamatan karyawan tersebut.Pada perusahaan pertambangan umumnya mereka sudah mematuhi peraturan yang berlaku dan punya SOP yg sesuai dgn Peraturan yang berlaku sedangkan pada PETI jgnkan mematuhi UU, SOP saja mereka tidak punya. Untuk mencegah dampak terhadap PETI tsb Maka Pemerintah hrs bertindak sesuai dgn peraturan yg berlaku misalnya melarang melakukan kgtn penambangan,melakukan sosialisasi,penyuluhan,pengawasan terhadap PETI.
fauzan said:
bagaimanakah cara manajemen resiko dengan metode JSA ?
terima kasih
ismadi said:
sebelum saya menjawab, menurut anda metode JSA itu apa?maaf soalnya saya belum tau tentang metode JSA tersebut.mahon bantuan dari teman lain ya.
khairi yanti said:
Aq mau Nanya..Sejauh ini sudah sampai dimanakah PeManfaat Manajemen Resiko Pada Perusahaan Pertambangan, dan Bagaimana Realisasinya..????? ^_^
ismadi said:
baiklah saya akan menjawab pertanyaan dari saudari khairi yanti,pemanfaatan manajemen resiko pada perusahaan pertambangan pada prinsipnya sudah ada,cuma realisasinya tinggal tingkat pemanfaatan pada masing perusahaan tersebut,jika perusahaan tersebut pengen mendapat tingkat produktifitas dan kualitas yang baik dari hasil pertambangan tentu mereka menerapakan manajemen resiko yang baik pula (SMK3) yang sesuai dengan standar Nasional dan peraturan yang berlaku.dan begitu pula sebalikya yanti
andika said:
baiklah saya akan coba menjawab pertanyaan saudara fauzan;
JSA adalah alat identifikasi bahaya yang fokusnya pada potensi-potensi bahaya yang ada di dalam tugas-tugas pekerjaan yang dapat menimbulkan insiden.
Kelebihan JSA:
– Proses identifikasi bahaya menjadi terorganisir dan pendekatannya sistematis
– Dalam identifikasi bahaya, penyebab dan langkah perbaikannya jelas
– Melibatkan karyawan – meningkatkan kepedulian
– Terstandarisasi dan berbasis pada aktifitas operasional
– Dapat menjadi dokumen pendukung saat :
o Investigasi/Analisis kecelakaan kerja
o Akuntabilitas
Tiga hal yang wajib dipertimbangkan saat menjalankan JSA:
– Apa yang dilakukan ? (Tugas)
– Apa risikonya ? (Potensi Bahaya – Hazard)
– Bagaimana dijalankan dengan aman ? (Pengendali)
Tahapan pembuatan JSA:
– Membagi (break down) pekerjaan/tugas dalam urutan-urutan
– Setiap tahap, potensi bahayanya diidentifikasi
– Tentukan pengendalian dari bahaya yang teridentifikasi.
emmifauzianti said:
Wah..ketinggaln nanya nih….. aqu juga mau ikut dong……
Setelah ikut membaca dan mengamati makalah kelompok , saya rasa makalahnya sudah bagus tapi belum lengkap nih …. didalam makalah sudah ditulis Faktor Resiko Yang Ada Di Perusahaan Pertambangan , Cara / Metode Pengelolaan Resiko Pada Perusahaan Pertambangan, Manfaat Manajemen Resiko Pada Perusahaan Pertambangan , Teknik Pencegahan Ledakan , tapi saya belum menemukan bagaimana penanganan resiko di Perusahaan Pertambangan ? Mkasudnya begini… kalau terjadi sesuatu .. anggaplah kecelakaan , bagaimana managemen menangani resiko yang seperti ini..? mohon penjelasan kelompok…,.thanks be 4
ajalil said:
kalau terjadi kebakaran tambang resikonya apa saja sih,
Anonymous said:
tlong dong dimasukkan jg ttg manajemen K3 d RS
Safety Training Surabaya said:
Menarik sekali.
walaupun faktor Human behaviaour selalu “disalahkan” alias dikenal dengan ‘human error’>
namun dengan adanya sistem ini dan penerapannya pasti akan meminimalkan faktor terjdiya kecelakaan
salam,
LQ
Pingback: ASPEK ERGONOMI DRIVER DUMP TRUCK TAMBANG BATUBARA | APLIGO
eko said:
saya mau tanya seperti apa itu konsep teknologi pertambangan????trimahksh
Pingback: PERTAMBANGAN DAN INDUSTRI | materikuliah57
Amanda Imanuela said:
1. Mengapa pertambangan dikatakan memiliki resiko yang besar?
2. Jelaskan tentang resiko apa saja yang ada di tambang? resiko politik, resiko teknis, resiko pasar.